Ingatan kepada tanah kelahiran, kepada ibu yang melahirkan, kemudian kepada puisi yang saya lahirkan terus memenuhi kepala saya. Energi kesedihan itu memacu saya untuk memulai kembali pengembaraan dalam penyusunan puisi. Lalu terbersitlah keinginan untuk membagi kumpulan puisi ini menjadi dua bagian.

Bagian pertama saya beri subjudul "Tamasya", puisi-puisi tentang tempat-tempat yang pernah saya pijak dan datangi. Ada dialog antara tubuh dan tempat-tempat itu. Dialog yang seringkali mengingatkan saya kepada leluhur.

Bagian keduanya saya beri subjudul "Cikaracak". Puisi-puisi dalam bagian ini lahir dari pengembaraan batin dan peristiwa-peristiwa sederhana yang mengirim butir-butir kata kepada saya.

Lantas, apa judul untuk kumpulan puisi ini?

Di luar, hujan masih deras. Di meja, kopi masih panas. Di sini, sasakala mesti dipungkas.