Image of Dilan : Dia adalah dilanku tahun 1990

Printed Book

Dilan : Dia adalah dilanku tahun 1990



Memutarbalik rasa a la Pidi Baiq. Menurut saya, judul itu adalah ungkapan yang tepat dalam menggambarkan secara keseluruhan novel ‘Dilan: Dia adalah Dilanku Tahun 1990’. Karakter Dilan begitu kuat, menghegemoni pikiran dan rasa, sehingga (barangkali) tak satu pun perempuan yang tak dibuat meleleh bila diperlakukan begitu manis dan hangat oleh tokoh utama dalam novel karangan Pidi itu.

Sampul

“Cinta itu indah. Jika bagimu tidak, mungkin karena salah pilih pasangan.”

Sampul novel ‘Dia adalah Dilanku tahun 1990’ dilatari dengan warna biru laut semi futuristik. Huruf tulisan judul dan kutipan dikelir dengan warna putih agak keperak-perakan. Karena milikku adalah edisi revisi, maka huruf pada judul ditulis latin. Berbeda dengan cetakan-cetakan sebelumnya yang ditulis huruf kapital dan tegak berdiri.

Di bagian sampul, tergambar ilustrasi sosok remaja lelaki bernama Dilan yang sedang bersandar (seperti pada sebuah dinding) dan melirik ke arah motor jenis CB 100 dalam posisi dijagang. Dilan memakai seragam putih abu-abu khas sekolah menengah atas dan mengenakan sneakers (mungkin mereknya Converse). Tatanan rambut Dilan tak begitu rapi. Begitu pula dengan baju putihnya yang dikeluarkan dari celana. Ia menyandar sambil satu tangannya berkaca pinggang, dan tidak membawa tas ataupun buku (sedikit banyak akan menggambarkan karakternya dalam novel).

Geng motor dan rasa cemburu

“Dan, malam ini akan aku ceritakan kisahnya, bersama rinduku kepadanya yang tak bisa kuelakkan.”

Dari kutipan tersebut, sebenarnya gambaran dan akhir cerita sudah bisa ditebak. Bahwa tokoh utama memiliki begitu banyak cerita indah.

Sudut pandang atau point of view dalam novel ini menggunakan sudut pandang pertama, yaitu sudut pandang Milea (perempuan yang ditaksir Dilan). Apapun yang diceritakan dalam novel ‘Dia adalah Dilanku tahun 1990’, menggunakan sudut pandang Milea. Sehingga, apapun yang dipikirkan tentang Dilan, penggambarannya terhadap suatu konflik, pendapatnya mengenai geng motor, seluruhnya meggunakan sudut pandang Milea.

Novel ‘Dia adalah Dilanku tahun 1990’ menggunakan alur cerita maju. Cerita dibuka dengan prolog dari Milea yang sebenarnya sudah memberikan gambaran bagaimana akhir cerita cinta dirinya dan Dilan. Di awal cerita, Milea digambarkan sebagai seorang yang sudah berkeluarga. Di tengah waktu luangnya, ia mulai menuturkan peristiwa-peristiwa pada tahun 1990, bagaimana awal mulai ia pindah dari Jakarta ke Bandung, dan kisahnya dengan Dilan.

Perkenalan Milea dengan Dilan dimulai dengan cara yang tak biasa. Saat ia berjalan kaki menuju SMA Buahbatu, Bandung, Dilan mendekatinya sambil menaiki motor yang jalannya sengaja diperlambat.

“Selamat pagi. Kamu Milea, ya? Boleh gak aku ramal? Iya, aku ramal. Nanti kita akan bertemu di kantin.”

Milea barangkali tak menyangka, dari sapaan ‘peramal’ itu akan membawanya dalam berbagai konflik di kemudian hari, termasuk pergulatan rasa dalam hatinya. Perempuan remaja mana yang tak meleleh karena berulangkali dikirimi surat dan hadiah-hadiah sederhana yang tak terduga dari lelaki.

Apabila diidentifikasi, setidaknya ada dua sumber ketegangan dalam novel ‘Dia adalah Dilanku tahun 1990’. Kedua sumber ketegangan itu adalah geng motor dan rasa cemburu.

Di dalam novel yang memiliki ketebalan 346 halaman, cerita tentang geng motor sedikit banyak menyita tebal halaman. Milea, mewakili pandangan perempuan pada umumnya, beranggapan bahwa geng motor adalah sumber kericuhan. Tak jarang, penyebab perkelahian salah satunya adalah tawuran antaranggota geng motor. Berbeda dengan Dilan. Dilan menepis anggapan Milea mengenai geng motor. Menurut Dilan, tak semua anggota geng motor itu memiliki sifat seperti yang disebutkan oleh Milea.

Namun, dalam novel ini, geng motor hanya sekadar bumbu konflik. Maksudnya, permasalahan geng motor tidak begitu berdampak besar pada hubungan Dilan dan Milea. Meskipun sesekali keduanya berbeda pendapat mengenai geng motor. Begitu pula pada bab ‘Rencana Penyerangan’, karena akhirnya Dilan ‘takluk’ dan menuruti permintaan tersembunyi Milea.

Sumber konflik yang kedua adalah kehadiran pihak lain yang menaruh hati pada dua remaja itu. Rasa cemburu banyak mendasari sekaligus mengeskalasi berbagai konflik yang dihadirkan Pidi dalam hubungan Dilan dan Milea. Tokoh Milea pernah dibuat cemburu dengan kehadiran Susi. Sedangkan, tokoh Dilan, dalam novel ini, setidaknya memiliki tiga pesaing, yaitu Nandar, Beni, dan Kang Adi. Dari tiga tokoh itu, dua terakhir yang kusebutkan bisa dibilang merupakan rival nyata Dilan.

Tokoh Beni memang tidak berkonflik face to face dengan Dilan. Tapi buruknya pengendalian diri Beni cukup mengganggu ketenangan Milea. Pada bagian akhir bab ‘Peristiwa Jakarta’, Milea hampir saja mengaku kepada tokoh Wati (sahabat Milea sekaligus sepupu Dilan) bahwa ia menyimpan rasa pada Dilan. Pada bab-bab selanjutnya (setidaknya ada tiga bab yang bercerita khusus tentang Beni), Milea bahkan secara langsung mengkonfrontasikan sifat antara Beni dan Dilan.

Ada pula tokoh Adi yang menjadi penyebab efek domino konflik-konflik dalam cerita selanjutnya. Keberadaan Adi membuat Dilan akhirnya merasa cemburu. Diceritakan bahwa Milea dengan terpaksa menuruti kemauan Adi untuk jalan-jalan sejenak mengelilingi kampus Institut Teknologi Bandung. Dilan mengetahui hal itu dan cemburu. Milea merasa dirinya bersalah dan memutuskan untuk meminta maaf kepada Dilan keesokan harinya.

Namun, Milea tak bertemu Dilan karena Dilan datang terlambat ke sekolah. Ia justru bertemu dengan Anhar (anggota geng motor dan troublemaker) di kantin Bi Eem (kantin ‘kenamaan’ di sekitar SMA Buahbatu). Di titik ini, ada perasaan tersembunyi –barangkali semangat korps geng motor– yang menjadi bom waktu. Anhar merasa Milea telah mengambil waktu Dilan untuk berkumpul (dan menyerang) dengan geng motor. Tak sengaja menampar Milea, Dilan yang akhirnya mengetahui hal itu, langsung menghajar Anhar habis-habisan.

“Kepala Sekolah nampar dia (Milea), kubakar sekolah ini. Apalagi cuma Anhar!”

Seketika, konflik antara Anhar dan Dilan berakhir begitu saja dalam novel itu. Secara bergantian, cerita dalam novel ditutup dengan kisah Dilan dan Milea yang akhirnya resmi berpacaran pada tanggal 22 Desember 1990. Bagusnya, meski konflik Anhar dan Dilan berakhir begitu saja, saya tak menganggap bagian cerita itu menggantung (iya, bagian ini akan diceritakan pada novel selanjutnya). Pidi mengakhiri cerita dalam novel ‘Dia adalah Dilanku tahun 1990)’ dengan begitu manis. Pendek kata: Pidi berhasil memutarbalik rasa dari ketegangan menuju hal yang manis.

Romantisme

Satu hal yang tak boleh ketinggalan untuk diceritakan dalam review ini adalah bagaimana romantisme yang terjalin antara Dilan dan Milea. Ada banyak sekali tanggapan di luar sana yang terkagum dengan bagaimana Dilan memperlakukan Milea dengan begitu sederhana dan manis.


Availability

160212BM813 BAI DSekolah Cikal SetuAvailable - Available
160163BM813 BAI DSekolah Cikal SetuCurrently On Loan (Due on2025-01-23)

Detail Information

Series Title
-
Call Number
813 BAI D
Publisher : Bandung.,
Collation
-
Language
Indonesia
ISBN/ISSN
9786027870864
Classification
-813
Content Type
-
Media Type
-
Carrier Type
-
Edition
Edisi ke VI Revisi
Subject(s)
Specific Detail Info
-
Statement of Responsibility

Other version/related

No other version available




Information


RECORD DETAIL


Back To Previous