Printed Book
Bidadari-Bidadari Surga = Dia Adalah Kakakku
Cerita diawali dengan sebaris SMS pendek. Hanya 203 karakter. SMS ini hendak dikirimkan seorang Mamak yang berpilu hati, karena anaknya tengah mengidap sakit parah. Setelah melalui persetujuan anaknya, sebaris pesan itu melejit cepat. Menuju empat penerima, yang entah di mana berada.
Penerima pertama, seorang profesor muda dan pakar Fisika. Namanya Dalimunte. Ketika tengah mempresentasikan penemuan barunya tentang Bulan Pernah Terbelah dan Badai Elektro Magnetik Antar Galaksi pada Hari Kiamat, bunyi SMS dari handphone khusus untuk nomor keluarganya berdengking. HP ini khusus untuk 6 anggota keluarganya. Apa yang terjadi? Tak peduli dengan presentasinya yang belum selesai, Dalimunte keluar dengan wajah pias.
Penerima kedua, ternyata masih berada di pesawat. Ikanuri dan Wibisana adalah kakak beradik yang bukan kembar, tapi serupa kembar. Mereka sedang menuju Roma untuk menyelesaikan sebuah bisnis. Ketika turun dari pesawat dan menyalakan HP, SMS masuk ke HP khusus keluarga milik mereka masing-masing. Sejenak bingung. Yang dilanjutkan dengan berbalik arah kembali ke pesawat dan bertanya ke pramugari. Mereka harus kembali ke Indonesia.
Penerima ketiga, satu-satunya perempuan dalam keluarga ini. Yashinta sedang mengadakan penelitian burung Peregrin di Gunung Semeru. Tengah mengintai burung di balik celah dan berusaha memotret, SMS dari HP satelit untuk keluarganya berbunyi. Yashinta kaget, dan sejurus kemudian berbalik arah. Dia harus pulang.
Semua ekspresi keterkejutan dan kekagetan itu tidak lepas dari seseorang. Laisa, seorang yang telah mengorbankan hidupnya untuk semua adik-adiknya ini, walaupun dia bukan kakak kandungnya.
Cerita berjalan dengan alur maju mundur. Sangat menarik. Apalagi ketika terjadi konflik antara Ikanuri dan Wibisana, kecerdasan Dalimunte dan keras kepalanya Yashinta. Tapi, Laisa sebagai kakak yang baik, sama sekali tidak pernah mengecewakan mereka. Bahkan ketika dia harus melawan tiga ekor harimau demi Ikanuri dan Wibisana, dia tak gentar sedikit pun. Membaca bagian ini, Anda pasti menangis. Kalau tidak, satu kata yang bisa saya ucapkan, Anda belum membacanya benar-benar.
Ciri khas Tere Liye, yaitu mengangkat tema sederhana namun memikat, sangat kentara dalam novel ini. Penggambaran alur cerita sangat deskriptif dan menyihir pembaca. Jika Anda sudah membaca halaman pertama novel Tere Liye, rasanya sangat sulit untuk melepasnya.
Saya membaca novel ini malam hingga menjelang midnight. Ketika membaca halaman 50 ke atas, air mata saya sudah tidak terkontrol. Endingnya, saya bangun sahur tadi pagi dengan mata bengkak. T_T Hampir semua novel bang Tere, membuat saya tak kuasa menahan air mata. Salut dah buat bang Tere!
Akhir kata, novel ini sangat menarik, untuk saya khususnya. Novel ini memberikan pelajaran, bahwa wanita yang salehah tapi belum juga mendapatkan jodoh, yakinlah. Kelak di hari akhr, sungguh akan menjadi bidadari surga. Dan kabar baik inilah yang dijanjikan Tuhan. Harapan saya, semoga Bidadari-Bidadari Surga kelak menyusul Hafalan Shalat Delisa untuk difilmkan. Semoga.
No other version available