Nama Pramoedya Ananta Toer yang besar tentulah terbentuk karena karya-karyanya yang juga diakui oleh dunia. Roman “Bumi manusia” adalah bagian pertama dari Tetralogi Buru. Pram menulisnya di kamp kerjapaksa tanpa proses hukum pengadilan di pulau Buru. Roman ini bersetting di Surabaya pada awal abad 19, saat dimana Hindia Belanda berdiri. Tokoh utamanya adalah Minke, seorang keturunan pri…
Cerita Calon Arang bertutur tentang kehidupan seorang perempuan tua yang jahat. Pemilik telur hitam dan pengisap darah manusia. Ia pongah. Semua-mua lawan "politik"nya dibabatnya. Yang mengkritik dihabisinya. Ia senang menganiaya sesama manusia, membunuh, merampas dan menyakiti. Ia punya banyak ilmu ajaib untuk membunuh orang... murud-murudnya dipaksa berkeramas, berkeramas dengan darah manusia…
"...kalian para perawan remaja, telah aku susun surat ini untuk kalian, bukan saja agar kalian tahu tentang nasib buruk yang biasa menimpa para gadis seumur kalian, juga agar kalian punya perhatian terhadap sejenis kalian yang mengalami kemalangan itu... Surat kepada kalian ini juga semacam pernyataan protes, sekalipun kejadiannya telah puluhan tahun lewat..."
Novel ini merupakan hasil "reportase" singkat Pramoedya Ananta Toer di wilayah Banten Selatan yang subur tapi rentan dengan penjarahan dan pembunuhan. Tanah yang subur tapi masyarakatnya miskin, kerdil, tidak berdaya, lumpuh daya kerjanya. Mereka diisap sedemikian rupa. Mereka dipaksa hidup dalam tindihan rasa takut yang memiskinkan. Tubuh boleh disekap, ditendang, diinjak-injak, tapi semangat …
Roman ini berlangsung dalam satu putaran perjalanan seorang anak revolusi yang pulang kampung karena ayahandanya jatuh sakit. Dari seputaran perjalanan itu, terungkap beberapa potong puing gejolak hati yang tak pernah teranggap dalam gebyar-gebyar revolusi. Dikisahkan bagaimana keperwiraan seorang dalam revolusi pada akhirnya melunak ketika dihadapkan pada kenyataan sehari-hari: ia menemukan ay…
Midah, pada awalnya berasal dari keluarga terpandang dan beragama. Karena ketidakadilan dalam rumah, ia memilih kabur dan terhempas di tengah jalanan Jakarta tahun 50-an yang ganas. Ia tampil sebagai orang yang tak mudah menyerah dengan nasib hidup, walaupun ia hanya seorang penyanyi dengan panggilan “si manis bergigi emas” dalam kelompok pengamen keliling dari satu resto ke resto, bahkan d…